Presiden
Susilo Bambang Yudhono (SBY) mengajak bangsa Indonesia untuk taat bayar
pajak dan bersama-sama mencegah adanya kolusi antara wajib pajak (WP)
dan petugas pajak. "Intinya, dengan sungguh, kita cegah penyimpangan
dalam pengelolaan pajak. Kita kelola pajak dengan benar. Wajib pajak
harus patuh, petugas pajak jangan korupsi. Jangan pula ada kolusi antara
WP dan petugas pajak," tutur SBY saat menyerahkan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) Pajak tahun 2012 di Auditorium Mezanine, Gedung Djuanda I,
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jalan Wahidin Raya, Jakarta Pusat,
Kamis, 21 Maret 2013.
Dalam sambutannya, SBY menekankan pentingnya semua pihak menjaga
penerimaaan negara dari sektor pajak karena pendapatan dari sektor pajak
sangat besar yakni Rp 1.193 triliun atau 77,98% atau hampir 78 persen
dari total penerimaan negara. SBY mengingatkan bahwa target pendapatan
negara dari sektor pajak dan hibah tahun 2013 adalah sebesar Rp 1.529,7
triliun dan belanja negara mencapai Rp 1.683 triliun. Atau terjadi
defisit sebesar Rp 153,3 triliun, sehingga penerimaan pajak harus
benar-benar dijaga tidak boleh meleset. "Belanja negara Rp 1683 triliun.
Terjadi kekurangan pendapatan Rp 153, 3 triliun atau 1,6%. Mari kita
jaga," pintanya.
Menurut SBY, persoalan pajak tidaklah sederhana. Pajak sangat terkait
erat dengan keberlanjutan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat.
Karena itu sangat penting untuk mengawasi pengelolaan dana pajak. "Pajak
bukan hanya persoalan ekonomi, tapi juga persoalan keadilan," kata SBY.
"Bagi yang melakukan penyimpangan," lanjut SBY, "akan mendapatkan
sanksi. Sedangkan bagi mereka yang memiliki prestasi harus pula
diberikan penghargaan dan promosi, itulah Keadilan," imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, presiden juga memerintahkan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) agar menjaga kerahasiaan WP. "Pembocoran informasi
pajak merupakan kejahatan karena keterangan itu dilindungi oleh
Undang-Undang. Jika tidak dicegah, hal itu bisa menjadi sarana pemerasan
dari orang-orang tertentu kepada para WP tertentu," ujar SBY.
Sebelumnya dalam acara yang sama Menteri Keuangan Agus Martowardojo
menyampaikan laporan di hadapan Presiden RI bahwa target penerimaan
perpajakan tahun 2013 adalah sebesar Rp 1.193 triliun atau naik 21,7%
dibandingkan realisasi tahun 2012. "Tahun 2013 target Rp 1.193 triliun.
Suatu peningkatan 21,7% dibanding realisasi 2012. Sementara ekonomi
dunia yang belum pulih, target ini merupakan hal yang cukup berat.
Namun, dengan komitmen yang tinggi penerimaan akan dicapai," jelas Agus.
Agus memaparkan bahwa beberapa langkah-langkah telah dilakukan
Kemenkeu-DJP untuk mengamankan target tersebut. Pertama adalah terkait
regulasi yang diarahkan untuk meraup pajak yang lebih besar. Kedua
adalah perbaikan sistem atau perubahan administrasi untuk Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) melalui sistem online. Ketiga, upaya
optimalisasi berbagai pihak, baik itu instansi pemerintah maupun swasta
untuk menyerahkan data perpajakan. Keempat, penguatan program
ekstensifikasi. Kelima, penerapan metode berbasis resiko. "Dan (keenam)
penyempurnaan aspek pajak internasional," terang Agus.
Pada penyampaian SPT ini, Presiden SBY didampingi Wakil Presiden
Boediono, Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua
Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, para
Menteri dan Pejabat setingkat Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II
serta disaksikan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Oleh Surya Manurung, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Memasuki tahun 2013, Pemerintah melalui Institusi Kementerian
Keuangan menetapkan Rp 1.529 triliun untuk membiayai kegiatan
penyelenggaraan negara mulai dari membayar gaji pegawai, pemberian
subsidi, membayar utang luar negeri dan pembangunan infrastruktur.
Pemerintah tetap masih mengandalkan penerimaan pajak dalam sumber
penerimaan negara. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp
1.193 triliun atau sekitar 78 persen dari total penerimaan negara.
Dari sumber di Ditjen Pajak, pada tahun 2012 jumlah pajak yang
terkumpul mencapai Rp 976 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 19
persen dari tahun sebelumnya. Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak
dari tahun 2009–2012 mencapai 17 persen. Dengan target pajak sekarang,
maka pada tahun 2013 pemerintah mengupayakan adanya pertumbuhan
penerimaan pajak sebesar 22 persen. Untuk merealisasikan angka
pertumbuhan tersebut, pemerintah menginginkan adanya peningkatan
persentase kepatuhan wajib pajak.
Persentase tingkat kepatuhan wajib pajak pada tahun 2012 masih
tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam kunjungannya ke Medan
beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa Orang pribadi yang seharusnya
membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang
mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 20 juta orang dan yang
membayar pajaknya/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya
hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara
badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan
dirinya sebagai wajib pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar
pajak/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 520
ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen.
Jadi jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita seperti
Malaysia, dimana tingkat kepatuhan masyarakatnya dalam membayar pajak
mencapai 80 persen, maka persentase kepatuhan pajak masyarakat Indonesia
masih jauh dibawah kepatuhan pajak masyarakat Malaysia.
Kepatuhan pajak merupakan fenomena yang sangat kompleks yang dilihat
dari banyak perspektif. Luigi Alberto Franzoni (1999) menyebutkan
kepatuhan atas pajak (tax compliance) adalah melaporkan penghasilan
sesuai dengan peraturan pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT)
dengan tepat waktu dan membayar pajaknya dengan tepat waktu.
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak
antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik,
pembangunan infrastruktur yang tidak merata, dan banyaknya kasus korupsi
yang dilakukan pejabat tinggi. Dalam sesi tanya jawab pada beberapa
kegiatan sosialisasi perpajakan yang dilakukan, masyarakat kurang
merasakan manfaat dari pajak yang telah dibayar, misalnya masih
banyaknya jalan yang rusak.
Menurut Lars P.Feld dan Bruno S.Frey (2007), masyarakat kurang
tertarik akan membayar pajak karena tidak adanya insentif langsung dari
negara. Pajak yang telah dibayar juga tidak sebanding dengan manfaat
yang dirasakan masyarakat. Masyarakat akan membayar pajak dari
penghasilan yang diterimanya apabila mereka merasakan pelayanan publik
sebanding dengan pembayaran pajaknya, adanya perlakuan yang adil dari
pemerintah serta proses hukum yang jelas dari pemerintah.
Allingham dan Sandmo (1972) menyebutkan kecenderungan masyarakat
tidak mau membayar pajak atau membayar pajak tapi pajak yang dibayar
tidak sesuai dari penghasilan yang sebenarnya disebabkan rendahnya
pengawasan pemerintah dan sanksi atau denda yang dikenakan terhadap
wajib pajak yang tidak patuh masih sangat kecil. Jika kita lihat pada
jaman kerajaan dahulu, seluruh warga patuh membayar pajaknya atau
dikenal dengan istilah upeti raja karena takut hukuman berat yang akan
diterima apabila tidak membayar pajak.
Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah
tinggi, yang ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax evasion).
Sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia masalah
kepatuhan pajak yang rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup
tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Luigi, tingkat sosial dan moral
masyarakat di suatu negara memainkan peranan penting terhadap perilaku
wajib pajak untuk melakukan tindakan manipulasi pajak. Tindakan
manipulasi pajak dapat didefinisikan sebagai perbuatan untuk mengurangi
pajaknya dengan melaporkan penghasilannya lebih kecil dari yang
sebenarnya. Hal ini berarti ada selisih pajak (tax gap) dari yang
seharusnya. Di Amerika Serikat tax gapnya rata-rata sebesar 17 persen.
Jadi orang yang melakukan manipulasi pajak adalah orang yang mau
melaporkan penghasilannya dan membayar pajaknya tetapi jumlahnya lebih
kecil dari yang sebenarnya.
Menurut Luigi ada dua upaya yang dapat dilakukan untuk menekan
tindakan manipulasi pajak yaitu memberikan sanksi atau denda yang tinggi
dan melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan si wajib pajak.
Sementara hasil penelitian lainnya (Sandford, Goodwin, dan Hardwick,1989
; Pitt dan Slemrod, 1989) menyimpulkan cara yang yang efektif untuk
mengurangi tindakan manipulasi pajak dengan melakukan penyederhanaan
peraturan perpajakan. Dengan peraturan perpajakan yang kompleks maka
wajib pajak akan cenderung menggunakan jasa konsultan pajak, dimana
konsultan pajak tersebut dapat mempengaruhi si wajib pajak untuk
melakukan tindakan manipulasi pajak.
Jadi, keberhasilan penerimaan pajak suatu negara tergantung kepada
upaya pemerintahnya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan menekan
tindakan manipulasi pajak. Beberapa langkah yang dapat dilakukan
pemerintah antara lain menciptakan pelayanan publik yang profesional,
mengelola uang pajak secara adil dan transparan, membuat peraturan
perpajakan yang mudah dipahami wajib pajak dan meningkatkan tindakan
penegakan hukum (law enforcement) kepada wajib pajak yang tidak patuh.
Akhir kata, dengan bergandengan tangan, Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju dan dipandang dunia.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja. ==========================================================
Pajak Sebagai Jalan Tengah Polemik Buruh dan Pengusaha
Add caption
Oleh Erikson WIjaya, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di tahun 2013 ini, hubungan antara buruh dan pengusaha belum
sepenuhnya reda dari prahara. Setidaknya bila sepanjang tahun lalu
demonstrasi oleh aliansi kaum buruh berlangsung masif dan berkelanjutan
sehingga menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang tidak sedikit.
Kini di awal tahun 2013, gerakan serupa masih berlangsung dengan
tuntutan yang sama, kesejahteraan. Namun praktik di lapangan menunjukkan
bahwa banyak pengusaha/perusahaan yang belum menerapkan UMP terbaru
sehingga nasib dan kesejahteraan buruh masih menggantung tanpa
kepastian. Upah Minimum Provinsi atau UMP yang beberapa waktu lalu
mengalami kenaikan di beberapa daerah, termasuk Jakarta merupakan tanda
kemenangan atas upaya kaum buruh menuntut kesejahteraan. Jakarta selaku
barometer ekonomi nasional menjadi kiblat bagi daerah lain untuk
melakukan hal serupa, sehingga aksi lokal yang dimotori aliansi buruh di
beberapa titik di wilayah Jabodetabek di sepanjang tahun lalu menjadi
aksi nasional kaum buruh di berbagai wilayah tanpa koordinasi serentak.
Sehingga kenaikan UMP terjadi pula dibanyak wilayah di Indonesia. Ini
menjadi tanda bahwa di negeri ini era upah buruh murah sudah berakhir.
Pengusaha/ Perusahaan harus siap menerima kebijakan ini dengan inovasi
untuk bertahan. Harmonisasi Tripartit
Buruh bukan lah pemain utama dalam percaturan dunia tenaga kerja
sektor padat karya. Namun tanpa buruh, roda ekonomi yang disokong
pengusaha selaku kaum pemodal tidak akan dapat berjalan. Sehingga kedua
pihak ini harus diawasi lewat campur tangan pemerintah, ini artinya
ketiga pihak ini saling terkait dalam menciptakan suasana kerja yang
kondusif. Hingga saat ini, pengusaha tengah meradang antara meneruskan
usaha ditengah kebijakan yang tidak
suportif. Pemerintah, melalui kebijakan kenaikan UMP menunjukkan
keberpihakannya kepada kaum buruh selaku rakyat yang patut
disejahterakan, dalam skala nasional pun, keberpihakan secara makro
dituangkan lewat kebijakan menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
menjadi minimal Rp. 2.025.000,-/bulan. Akan tetapi, keberpihakan ini
belum terasa menyentuh sepenuhnya ke pihak pengusaha. Pengusaha masih
harus berhadapan dengan kebijakan penyesuaian Tarif Dasar Listrik dan
Upah Minimum Regional serta hal yang kontraproduktif lainnya.
Hal ini dapat memicu kekhawatiran, dalam hal daya tahan pengusaha
ternyata tidak setangguh yang dibayangkan. Karena semua keadaan tadi
dapat mendorong pengusaha untuk lebih memilih gulung tikar atau
mengurangi skala usahanya. Sebagaimana diketahui bahwa pengusaha yang
bergerak disektor padat karya adalah penyerap tenaga kerja yang paling
banyak lantaran langsung menyentuh sektor riil. Ancaman peningkatan
pengangguran adalah bahaya dalam jangka pendek yang bukan tidak mungkin
dapat terjadi. Selain itu, menurunnya skala usaha karena peningkatan
biaya utilitas dan biaya upah tentu akan menjadi disinsentif yang
melemahkan perputaran ekonomi sektor riil yang menyumbang porsi besar
PDB nasional setiap tahunnya.
Keadaan ini menunjukkan bahwa seharusnya hubungan ketiga pihak
berjalan harmonis, pemerintah berada ditengah menjembatani kepentingan
Buruh dan Pengusaha. Buruh butuh akan kehidupan yang sejahtera atas nama
dan rasa keadilan, sebagaimana juga Pengusaha yang perlu akan iklim
kondusif demi optimalnya pencapaian laba dan performa. Antara buruh dan
pengusaha seharusnya berlangsung prinsip kerja sama yang mutual dan
pemerintah berperan untuk menciptakan suasana agar hubungan antara
keduanya berjalan kondusif. Optimalisasi Peranan Ditjen Pajak
Pemerintah dalam hal ini melalui Ditjen Pajak dapat memainkan peran
untuk berdiri di tengah menciptakan iklim kondusif bagi buruh maupun
pengusaha. Insentif yang diberikan dapat berupa penurunan tarif Pajak
Penghasilan (PPh) untuk sektor usaha padat karya demi mendorong daya
saing dan keberlangsungan usaha. Opsi ini merupakan stimulan positif
atas disinsentif karena kenaikan TDL dan UMR yang menyasar pengusaha.
Disatu pihak, alternatif penurunan tarif PPh atas sektor pengusaha tentu
tidak akan kontrapropduktif dengan 13 program pengamanan penerimaan
yang dicanangkan Ditjen Pajak. Karena fokus utama penggalian potensi
lebih dikerahkan untuk optimalisasi basis PPN.
Hal ini dapat dimaklumi karena PPh masih rentan akan resistensi
sosial seiring dengan masih rendahnya kualitas infrastruktur. Dalam
jangka panjang paket stimulus semacam ini akan membuat pengusaha sektor
riil padat karya makin menggeliat. Efek turunannnya dapat meliputi daya
serap tenaga kerja dan stabilitas kontribusi sektor ini pada ekonomi
nasional secara makro. Kebijakan ini merupakan salah satu jawaban yang
dapat diambil untuk menunjukkan sikap impartisan pemerintah sebagai
mediator antara buruh dan pengusaha. Sementara itu dari sisi buruh,
terjaganya sumber pendapatan mereka dari keterikatan sebagai tenaga
kerja kepada pengusaha merupakan daya dorong konsumsi penggerak ekonomi
secara terkait dengan mata rantai lainnya. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kelayakan hidup
bagi kaum buruh adalah sebuah keniscayaan ditengah kewajiban mereka
untuk tetap produktif kepada perusahaan, sementara pengusaha juga berhak
atas iklim kondusif untuk tetap bertahan dalam persaingan usaha secara
lokal maupun global. Kedua kondisi ini dapat ditengahi melalui peranan
pemerintah. Ketiganya harus sejalan demi harmonisasi tripartit. Ditjen
Pajak dalam hal ini selaku pemerintah dapat mengambil peran tersebut
melalui kebijakan paket stimulus semisal penurunan tarif PPh bagi
pengusaha sektor padat karya sebagai kompensasi atas disinsentif yang
dimunculkan kenaikan TDL dan UMR. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
Menjelang
batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak
2012, salah satu sosok yang memegang peranan penting dalam mendukung
penyampaian SPT Tahunan adalah bendahara. Bendahara bertugas mencetak
lembar formulir 1721 A2 yang akan digunakan oleh para pegawai sebagai
kelengkapan dalam penyampaian SPT Tahunannya. Mengingat pentingnya peran
ini, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta
Selatan mengajak seratus bendahara di wilayah Kanwil DJP Jakarta Selatan
untuk melaksanakan workshop Peran Strategis Bendahara Terhadap Perpajakan. Workshop yang diselenggarakan secara terpusat di Graha
Sucofindo, Selasa, 12 Februari 2013, memberikan pengetahuan baru kepada
wajib pajak bendaharawan agar tidak salah dalam pemotongan dan
pemungutan pajak. Workshop tersebut turut dihadiri oleh
narasumber yang berasal dari instansi lain yang mendukung bendahara
seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Kanwil Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara. Koordinasi ini dilakukan untuk mencari jalan
keluar terhadap beberapa masalah yang kerap dihadapi oleh bendahara
dengan instansi – instansi tersebut.
Kepala Kanwil (Kakanwil) DJP Jakarta Selatan, Kismantoro Petrus,
menegaskan pentingnya peranan pajak dalam pembangunan negara dengan
memaparkan komposisi penerimaan pajak tahun 2013 bagi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang mencapai 79,9 persen.
“Pajak dibutuhkan untuk menopang kebutuhan negara kita sekitar 79,9
persen dengan target pencapaian tahun ini sebesar 1.042 triliun. Bisa
dibayangkan betapa negeri ini sangat membutuhkan pajak dalam
pembangunannya.”, tegas Kismantoro.
Akan tetapi dengan tingginya target pencapaian tersebut ternyata masih banyak rakyat yang belum sepenuhnya sadar.
“Banyak sekali orang yang lupa kalau tidak ada pajak itu sebenarnya
kita tidak bisa apa – apa. Namun ternyata masih banyak orang yang merasa
bahwa pajak itu dianggap sebagai biaya atau pengeluaran padahal
sesungguhnya pajak itu bukanlah biaya bukan juga pengeluaran tetapi
sebagai sesuatu yang melekat dalam kehidupan sehari – hari.”
Sehingga menurut beliau peran bendahara adalah sosok yang seharusnya
memegang peran strategis untuk membantu DJP dalam memenuhi target
penerimaan pajak. Selain itu peran bendahara juga menjadi bagian penting
dalam pengelolaan dana negara. Beliau mengungkapkan kepatuhan dalam
pengelolaan pajak bendahara pemerintah menjadi cermin kepatuhan wajib
pajak sebab dengan telah terpotong dan dipungutnya pajak oleh bendahara
ada banyak wajib pajak lainnya seperti rekanan dan para pegawai yang
memungkinkan untuk taat pajak juga.
Sambutan Kakanwil DJP Jakarta Selatan juga diamini oleh Fahrudin
Latif, narasumber BPK. Menurut beliau, selama pemeriksaan yang dilakukan
di beberapa instansi selama ini ditemukan banyak permasalahan yang
terjadi dan umumnya itu merupakan kesalahan penerapan pemotongan dan
pemungutan.
“Selama pemeriksaan yang kita lakukan ada tiga masalah besar yang
dihadapi oleh bendahara yaitu kelemahan dalam Sistem Pengendalian
Internal (SPI), kelemahan dalam kepatuhan pemungutan dan pemotongan
pajak dan adanya tindak pidana.” tegas Fahrudin.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK menggambarkan betapa masalah yang
dihadapi oleh bendahara disebabkan ketidaktahuan bendahara dan adanya
modus kegiatan yang berujung pada tindak pidana. Bisa dikatakan ada
banyak masalah yang dihadapi oleh bendahara dalam pengelolaan keuangan
terutama terkait perpajakannya.
Para bendahara pemerintah juga mendapatkan pemaparan secara langsung
mengenai tata cara pemotongan dan pemungutan pajak. Lewat bagan yang
disajikan secara sederhana narasumber Eko Yunianto Prabowo menjelaskan
langkah – langkah pengenaan pemotongan dan pemungutan pajak secara lebih
mudah dipahami.
Selain itu bendahara juga dibekali dengan aplikasi excel
sederhana yang disajikan oleh Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Jakarta Setiabudi Dua, Yuwono Budi Santoso. Lewat aplikasi
ini bendahara lebih mudah menerapkan pemotongan dan pemungutan pajaknya
karena cukup dengan meng-input data, SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal
21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 (2) langsung dapat tercetak. Selain itu
bukti potong yang kerap menjadi masalah bagi bendahara juga langsung
dapat tercetak.
Melalui workshop ini diharapkan tidak ada lagi kesulitan
bagi bendahara dalam memotong dan memungut pajak. Semua masalah mulai
berusaha diurai dan koordinasi antar instansi terkait pun telah
dijembatani dengan workshop ini.
====================================================================== Putusan MA tentang Kasus Pajak Asian Agri
Putusan MA tentang Kasus Pajak Asian Agri
Jakarta,3 Januari 2013-
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa/Penuntut Umum dalam kasus pajak Asian Agri Group (AAG) dengan terdakwa Suwir Laut alias LIU CHE SUI alias ATAK. Putusan tersebut tercantum dalam Petikan Putusan MA Nomor 2239 K/PID.SUS/2012yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan MA pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2012. Dalam petikan putusannya, MA menyatakan bahwa terdakwa Suwir Laut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyampaikan Surat Pemberitahuan Dan/Atau Keterangan Yang Isinya Tidak Benar Atau Tidak Lengkap Secara Berlanjut”.
Oleh karena itu, kepada terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan mensyaratkan dalam 1 (satu) tahun sebanyak 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG yang pengi sian SPT Tahunan diwakili oleh Terdakwa untuk membayar denda 2 (dua) kali pajak terutang dengan jumlah total sebesar Rp 2.519.995.391.304,- (Dua Triliun Lima Ratus Sembilan Belas Miliar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Lima Juta Tiga Ratus Sembilan Puluh Satu Ribu Tiga Ratus Empat Rupiah) secara tunai. Menanggapi hasil putusan MA tersebut, Ditjen Pajak sangat menghargai putusan tersebut yang mencerminkan tegaknya keadilan dan kebenaran di negeri kita. Ditjen Pajak juga menghargai segala dukungan dari para pihak yang terkait dalam proses hukum yang pada akhirnya memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku tindak pidana di bidang perpajakan.
Putusan MA tersebut sangat bermanfaat untuk menciptakan efek jera bagi pelanggar kewajiban perpajakan dan semakin meningkatkan pemahaman bahwa pidana pajak tidak hanya dapat diterapkan terhadap Wajib Pajak, namun juga dapat diberlakukan bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Untuk selanjutnya, Ditjen Pajak akan semakin memperkuat komitmen melakukan reformasi sistem administrasi perpajakan termasuk penegakan hukum perpajakan secara konsisten terhadap para Wajib Pajak/pihak terkait yang menghindari kewajiban perpajakannya, agar terjadi keadilan bagi masyarakat dalam membayar pajak untuk membiayai penyelenggaraan kehidupan bernegara demi kemakmuran rakyat Indonesia
Ketua KEN: "Belilah Masa Depan dengan Harga Sekarang!"
Add caption
"Kita perlu mengetahui apa yang akan terjadi secara global, tidak lain dan tidak bukan, di dunia usaha dan pemerintahan, siapa yang bisa mengetahui trend yang terjadi ke depan, dia bisa "membeli" masa depan dengan "harga sekarang". Sehingga
pada saat eranya datang, dia akan paling siap dibanding negara lain.
Begitu juga dunia usaha, yang paling siap akan menang dalam kompetisi
pada saat era marketnya datang. Gelombang datang tidak seperti tsunami,
biasanya ada staging, ada tahapan, jadi itulah gunanya kita bisa membeli
masa depan dengan harga sekarang, dan biasanya biayanya jauh lebih
murah, mungkin 1/100, 1/1000, bahkan mungkin 1/1000.000 kali," ungkap
Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung dalam forum terbatas
Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2013: Wajah Perekonomian Indonesia Tahun 2013 dan Peran Perpajakan di Dalam Pembangunan, di Gedung Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, 15 Februari 2013.
Dipaparkan oleh Chairul bahwa dunia sejak kelahiran Nabi Isa a.s.
(sekitar Tahun 0 Masehi) s.d. tahun 1800-an secara ekonomi dikuasai oleh
Asia. Ini berbeda dengan asumsi umum bahwa seolah-olah Eropa atau Barat
sudah sejak dulu menguasai dunia. Menurut Chairul, negara-negara yang
menguasai dunia sepanjang waktu itu adalah Cina dan India. Baru setelah
terjadi Revolusi Industri yang dimulai di Perancis, Barat mengambil alih
secara sangat drastis perekonomian dunia. Asia jatuh hingga hanya
menguasai 20% perekonomian dunia. Ternyata IPTEK bisa mengubah peta
dunia, tandas Chairul.
"Baru mulai tahun 1970-an, perusahaan Jepang mulai membeli perusahaan Amerika terjadi shifting,
perekonomian dunia "mulai" kembali dikuasai secara bertahap,
prosentasenya tumbuh dan pada saatnya akan kembali menguasai
perekonomian dunia," ujar Chairul.
Chairul mengingatkan bahwa beberapa institusi internasional ternama
sudah memprediksikan bahwa pada tahun 2050 Asia akan kembali menguasai
mayoritas ekonomi dunia. Melihat perkembangan yang terjadi di Barat,
Amerika dan Eropa sekarang, kemungkinan tidak sampai tahun 2050, bisa
jadi akan lebih cepat, 2045 bahkan 2040 Asia diperkirakan sudah akan
mengontrol perekonomian dunia kembali.
Ada tiga kelompok negara asia yang diperkirakan mengontrol ekonomi dunia, yaitu pertama, ASIA TIMUR (Greater China)
dimana China sebagai core, ada Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Macau,
dll.; Meski secara geopolitik bersinggungan, secara geoekonomi mereka
akan bersinergi. Saat ini Greater China adalah pusat kekuatan ekonomi di Asia paling tidak sampai 10 tahun ke depan masih akan menjadi lead. Yang kedua ASIA SELATAN dimana India sebagai core. Dalam waktu tidak lama, India akan melampaui Cina dari jumlah penduduk. Cina mengambil 1 child policy, India mengambil many children policy.
Satu saat India akan mencapai 2 milyar orang, melebihi Cina yang
sekarang lebih dari 1 milyar. Yang ketiga adalah negara-negara di ASIA
TENGGARA, ada 10 yang tergabung dalam Asean, core-nya saat ini adalah Indonesia, menguasai 40% ekonomi Asia Tenggara, diramalkan in the future menguasai >50%, menjadi GREATER INDONESIA. "Saat ini saja, Indonesia sudah bukan menjadi negara terjajah lagi, apalagi nanti," ucap Chairul.
Saat ini Indonesia menjadi negara terbesar nomor 15 perekonomian
dunia. Indonesia masuk dalam G-20, dimana negara yang tergabung dalam
G-20 bukan negara yang pengaruhnya paling besar, melainkan negara dengan
20 Sizing Economy terbesar di dunia. Satu-satunya negara di
ASEAN yang masuk anggota G-20 hanya Indonesia. Saat ini Indonesia
memiliki 55 juta tenaga kerja terlatih, nanti di 2030 jadi 113 juta.
Sekarang $0,5 triliun potensi pasar produk, nanti pada 2030 akan 1,8
triliun dolar. "Dan yang terpenting: sekarang >50 juta consuming class, nanti 2030 diharapkan jadi 170 juta consuming class. Disinilah target pajak yang utama!" kata Chairul. Consuming Class menurut McKinsey: Orang yang spending,
belanjanya, lebih dari 10 dollar rata-rata per hari per orang. Jadi
sebulan rata-rata mengeluarkan 3 juta rupiah per orang. 1 keluarga
dengan 2 anak berarti menghabiskan 12 juta rupiah per bulan. IMF
memproyeksikan Indonesia akan mempunyai pertumbuhan ekonomi tercepat di
antara negara-negara G-20. Proyeksi pertumbuhan (CAGR) PDB Nominal
(bukan riil) dunia 2012-2017 adalah 15,5% per tahun. Artinya pertumbuhan
ekonomi Indonesia secara nominal akan tumbuh sedemikian dalam 5 tahun
ke depan. "Menghitung Growth Pendapatan Pajak, base-nya harus pakai ini. Jadi, seandainya collection
perpajakan kita lebih daripada pertumbuhan GDP nominal kita, maka
kelebihan itu harus dihargai sebagai keberhasilan upaya peningkatan
intensifikasi maupun ekstensifikasi daripada wajib pajak. Jika nominal
ini wajib, kelebihannya adalah upaya," jelas Chairul.
Saat ini Indonesia masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah (middle income) dan akan jadi high-income country pada tahun 2025. Indonesia telah membuktikan daya tahan terhadap krisis global
yang terjadi tahun 2008/2009. Di saat guncangan ekonomi global
mempengaruhi ekspor, konsumsi domestik dan investasi menjadi sumber
pertumbuhan bagi perekonomian Indonesia. Pertumbuhan PDB: Domestic consumption (belanja
rumah tangga) akan berkontribusi 2,6-2,9% angka pertumbuhan PDB 2013.
Investasi 2,7-2,8% dalam PDB 2013. Net ekspor hanya sebesar 0,0-0,2%
dalam pertumbuhan PDB 2013. Belanja pemerintah tidak terlalu signifikan
berkontribusi dalam pertumbuhan PDB dalam negeri. "Kita semua, swasta
dan pemerintah, termasuk DJP, harus menjaga pertumbuhan PDB. Kalau tidak
dijaga, maka tidak tumbuh, kalau tidak tumbuh, apa yang mau di-collect?" cetus Chairul.
Menurut Chairul, Indonesia telah memiliki modal dasar dan berada di
jalur yang benar dalam mencapai visi sebagai negara maju. "Indonesia
bisa menjadi negara maju jika sudah memiliki bangunan. Pondasinya adalah
sistem, NKRI. Pilarnya ada 3: Pembangunan manusia, Proses produksi dan
kekayaan alam Indonesia, dan Pengelolaan pembangunan," imbuh Chairul.
Jumlah penduduk Indonesia, lanjut Chairul, sudah bagus tinggal bangun
kualitas. Dalam hal Kualitas penduduk Indonesia harus terdidik, harus
pintar, kalau banyak, bodoh, jadi beban pembangunan. Harus sehat juga.
Pembangunan manusia harus seutuhnya, kualitas, kuantitas, dan jiwa.
Dalam hal proses produksi harus dengan penciptaan nilai tambah melalui
proses industry dan berbagai elemen pendukungnya. Batu bara, harusnya
ekspor baranya, batunya jangan, energinya saja. Kekayaan alam Indonesia
harus dikelola melalui sektor pertanian, pariwisata, lingkungan hidup.
"Semua itu baru bisa ditegakkan kalau pengelolaan pembangunan baik,
dukungan pemerintah dan birokrasi yang efektif," ujar Chairul.
Tantangan sekarang, imbuh Chairul, adalah pemerataan kesejahteraan.
Saat ini ada 29 juta jiwa penduduk miskin, yaitu yang pengeluaran kurang
dari 250 ribu per orang per bulan. Keluarga yang pengeluaran kurang
dari 1 juta per bulan disebut keluarga miskin. Jika dinaikkan sedikit
menjadi 1,5 juta per bulan per keluarga, jumlahnya jadi 70 juta jiwa
penduduk berstatus rentan. Kelompok Menengah Indonesia ada 100 juta jiwa
dan Kelas Atas 50 juta jiwa. Tapi WP masih minim yang bayar pajak dan baru 12,5 juta ber-NPWP. Menurut Chairul, agar masyarakat mau ber-NPWP dan bayar pajak
maka kepercayaan rakyat terhadap pemerintah harus ditingkatkan dan
memenuhi ekspetasi rakyat kepada pemerintah yang semakin tinggi.
"Ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan publik makin lama makin
tinggi, karena makin mengerti hak. Di Amerika biasa rakyat marahin
polisi. I pay your salary. I am a taxpayer!" ucap Chairul.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany menanggapi positif diskusi forum terbatas
antar DJP dan KEN. "Pemaparan dan respon yang sangat bermutu. Pak CT
sangat independen. DJP juga belajar bicara dan berbuat Out of the Box. Yang terpenting jangan hanya wacana terus. Harus ada Action!
Diharapkan KEN dan DJP lebih sering bertemu dan berdiskusi. Karena
Pajak adalah Instrumen untuk kestabilan, pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi. Membeli masa depan dengan harga sekarang, harus jadi tema DJP
ke depan. Selalu melihat ke depan. Perspektif kita sudah dibuka,
sehingga tidak jadi katak dalam tempurung, meski pekerjaan kita mikro,
tapi kita berjalan dengan memahami lingkungan sekitar, dan mudah-mudahan
pemaparan ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua," tandas Fuad.
======================================================================
KP2KP Sragen Gelar “Ngisi Bareng SPT Tahunan” Bersama Polres Sragen
Add caption
Kantor
Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Sragen
bekerjasama dengan Polres Sragen mengadakan sosialisasi pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) bagi para anggota
Polres Sragen yang di adakan pada hari Rabu, tanggal 6 Pebruari 2013
bertempat di Aula Pesat Gatra Polres Sragen. Acara yang bertema "Ngisi
Bareng SPT Tahunan" ini dilaksanakan dengan mengundang seluruh anggota
Polres Sragen untuk melaksanakan pengisian SPT Tahunan bersama-sama.
Acara ini merupakan kali pertama sosialisasi perpajakan yang
dilaksanakan di Polres Sragen, dan merupakan salah satu tanggapan atas
undangan dari Polres Sragen untuk mengadakan sosialisasi perpajakan
dalam pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Antusiasme peserta sangat
tinggi, terlihat dari banyaknya kehadiran anggota Polres Sragen yang
memenuhi ruang aula, lengkap dengan formulir SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi dan bukti potong 1721-A2 yang telah dibagikan oleh bendahara
kantor. Acara yang di mulai pukul 09.00 WIB dan dibuka oleh Kepala SDM
Polres Sragen, Sri Haryanto dan di lanjutkan sambutan dari Kepala KPP
Pratama Karanganyar, Haryoto.
Dalam sambutannya, Haryoto mengungkapkan bahwa tujuan diadakannya
soasialisasi ini adalah agar masyarakat khususnya anggota Polres Sragen
paham bagaimana tata cara pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi baik
1770 SS dan 1770 S secara baik dan benar serta paham bagaimana tata cara
penyampaian SPT Tahunan melalui aplikasi e-Filing. Secara umum, penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui e-Filing
diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-19/PJ./2009 Tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat
Pemberitahuan Tahunan tanggal 30 Desember 2011.
Secara khusus, penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik melalui e-Filing
pada situs Direktorat Jenderal Pajak diatur melalui Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-39/PJ/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Menggunakan
Formulir 1770S atau 1770SS Secara e-Fling Melalui Website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) tanggal 23 Desember 2011.
Selain materi e-Filing, penyampaian materi sosialisasi di oleh account representatif
KPP Pratama Karanganyar yaitu Dwiyanto dan Widodo, karena masing-masing
anggota polres telah memperoleh formulir 1721-A2 dari bendaharawan
Polres Sragen, sehingga pengisian SPT Tahunanpun dapat dilaksanakan
dengan mudah, cepat dan efektif. Setelah acara pengisian SPT Tahunan
selesai, di lanjutkan dengan tanya jawab. Peserta yang telah
berpartisipasi menyampaikan pertanyaan mendapatkan doorprize payung,
yang dapat diartikan bahwa anggota Polri siap sebagai pengayom
masyarakat. Selain itu ada pembagian doorprize untuk peserta yang hadir
tepat waktu, yaitu sebanyak 3 (tiga) orang mendapatkan jam dinding.
Akhirnya acara ditutup pukul 11.00 WIB dengan pemberian cinderamata dari
Kepala KP2KP Sragen Inayah dan diserahkan kepada Kepala SDM Polres
Sragen, Sri Haryanto.
Pekanbaru Sambut Hadirnya Peraturan Baru Faktur Pajak
Add caption
Selasa
pagi yang cerah menghiasi kota Pekanbaru. Warga Ibukota Provinsi Riau
ini terlihat sangat bersemangat menjalani hari ke-12 di Bulan Februari
tahun 2013. Bagitu juga yang tampak di Hotel Pangeran, Jalan Sudirman
Pekanbaru. Antusiasme mewarnai mimik muka yang datang ke Grand Ballroom
hotel berbintang empat tersebut. Penyebabnya tak lain karena ada
kegiatan sosialisasi Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor
Per-24/PJ/2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata
Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak. Sosialisasi peraturan yang akan berlaku 1 April
2012 ini diadakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Pekanbaru
serta dihadiri 800 undangan yang terdiri dari para Wajib Pajak (WP) di
lingkungan KPP Madya Pekanbaru. Sosialisasi yang mengambil tema “Faktur
Pajak Tervalidasi, Transaksi Kian Berisi” ini menandakan babak baru
dalam era digital perpajakan.
Adapun ungkapan “Transaksi kian berisi” mengandung maksud bahwa baik
secara formal maupun material, transaksi penyerahan yang dilaporkan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) di SPT Masa PPN memiliki tingkat kredibilitas
yang tinggi karena di-backup oleh Faktur Pajak (FP) yang telah
tervalidasi. Secara tersirat ungkapan ini boleh dibaca “Laporan
transaksi kian berisi”, namun untuk kepraktisan kiranya cukup ditulis
“Transaksi kian berisi”. Penyingkatan ungkapan ini juga memiliki pesan
positif kepada para PKP, yakni agar para PKP tidak ragu-ragu lagi
mengkreditkan FP Masukan dari PKP lawan transaksinya. Lazim diketahui
bahwa banyak PKP yang masih meragukan apakah FP dari lawan transaksi
tersebut telah dilaporkan dan disetorkan pajaknya ke Kas Negara. Jadi
dengan adanya validasi FP ini diharapkan nilai atau “isi” dari laporan
transaksi PKP dapat lebih dipertanggungjawabkan baik secara formal
maupun material.
Tepat pukul 08.30 WIB, acara dimulai dengan pembacaan doa serta
dilanjutkan kata sambutan Kepala KPP Madya Pekanbaru yang kali ini
diwakili oleh Kepala Seksi (Kasi) Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) I
Rivaldi, dikarenakan kepala kantor menghadiri acara di Kantor Wilayah
(Kanwil) DJP Riau dan Kepulauan Riau. Dalam sambutannya, Rivaldi
mengharapkan permasalahan FP fiktif bisa diatasi serta WP lebih selektif
memperoleh dan menggunakan FP. Secara simbolis pula, pria berkacamata
ini membuka acara sosialisasi melalui pemukulan gong yang langsung
disambut tepuk tangan peserta acara.
Materi sosialisasi peraturan baru ini kemudian dipaparkan dengan
gamblang dan lugas oleh Bambang Sumantri, Account Representative (AR)
Seksi Waskon I. “Kenapa FP penomorannya harus dikeluarkan oleh DJP?
Karena menghindari beredarnya FP fiktif dan penyalahgunaan Faktur
Pajak.” Tutur pria yang menggemari sepakbola ini. “Pengiriman kode
aktivasi dilakukan via pos atau jasa pengiriman surat dimaksudkan untuk
memastikan alamat WP yang mengajukan tidak kempos”, lanjut Bambang. Para
peserta acara terlihat serius mengikuti penjelasan materi yang
ditampilkan melalui 4 layar infokus besar. Tak jarang mereka mencatat
apa yang disampaikan pembicara meski dinginnya udara buatan dalam gedung
cukup membuat badan menggigil.
Tepat pukul 10.00 WIB, saatnya coffee break sejenak sebelum
masuk ke sesi Tanya jawab, sesi santai ini juga diselingi hiburan dari
pegawai dan kuis seputar materi sosialisasi berhadiah bingkisan menarik
dari panitia. Peserta terlihat geregetan dikala pertanyaan yang diajukan adalah alamat KPP Madya Pekanbaru. Jawabannya ternyata banyak yang salah.
Setengah jam berlalu, bagian akhir dari inti acara pun dimulai, sesi
Tanya jawab. Kali ini dipandu oleh moderator Kasi Pengolahan Data dan
Informasi (PDI) Tedy Iswahyudi dengan narasumber pembicara materi
Bambang Sumatri, Kasi Pelayanan Iryan Saputra dan Kasi Waskon I Rivaldi.
Dalam kesempatan kali ini, Tedy memaparkan “Esensi dari PER-24/PJ/2012
adalah pemberian validasi FP oleh Pemerintah. Artinya, administrasi
penomoran FP diambil alih ke Ditjen Pajak dari sebelumnya yang
diserahkan kepada para PKP. Dengan demikian terhitung mulai 1 April 2013
kendali penomoran FP dilaksanakan sepenuhnya oleh Ditjen Pajak. Tujuan
utama dari pengendalian FP ini adalah untuk meningkatkan validitas FP
agar dapat diyakini bahwa FP memang diterbitkan oleh PKP yang sah dan
berdasarkan transaksi ekonomi yang sebenarnya.“
Gairah peserta untuk bertanya ternyata sangat tinggi membuat setiap
segmen dibagi masing-masing 3 orang penanya. Bahkan sampai dipersilahkan
bertanya melalui tulisan jika tidak sempat kebagian bertanya langsung
ke narasumber. Jawaban diberikan terlihat sangat memuaskan peserta yang
mengajukan pertanyaan. Tapi sayangnya waktu telah menunjukkan pukul
11.30 WIB dan acara harus ditutup setelah melewati 3 segmen Tanya jawab.
Sebelum acara berakhir, ternyata panitia menyiapkan kejutan doorprize
bagi 10 undangan yang datang lebih awal serta 10 undangan yang mendapat
kertas doorprize di balik bangkunya. Antusias peserta akan peraturan
baru ini diharapkan tetap terjaga pada 1 April 2013 nanti, yang nantinya
berimbas pad terdongkraknya penerimaan negara dan rapinya administrasi
perpajakan.
======================================================================
Penyuluhan Pojok Pajak KP2KP Pangkajene
Add caption
“Semoga
kantor pajak pangkajene dapat memberikan pemahaman yang dan pelayanan
yang lebih lagi bagi masyarakat di pangkajene.” demikian disampakan
Bupati Pangkajene dan Kepulauan, Syamsuddin A. Hamid Batara pada saat
mengunjungi stand pojok pajak Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Pangkajene pada pameran yang bertajuk
“Pangkep Expo 2013”.
Acara yang digelar pada tanggal 8 sampai dengan 10 Februari 2013 lalu
itu diadakan dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun ke-53 Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan dan dikuti oleh beberapa kantor pemerintah
maupun swasta dan dibuka secara langsung oleh Bupati Pangkajene dan
Kepulauan, dalam sambutannya bupati berharap bahwa dengan kegiatan
semacam ini masyarakat dapat lebih mengetahui lebih dekat berbagai jenis
pelayanan yang ada di lingkungan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Dalam pameran tersebut stand pojok pajak KP2KP Pangkajene tidak
ketinggalan untuk ambil bagian untuk dalam pemberian layanan gratis
berupa konsultasi pajak, pendaftaran NPWP, penerimaan dropbox SPT
tahunan PPh dan pendaftaran kelas pajak serta pembagian souvenir bagi
para pengunjung stand KP2KP Pangkajene. Dari pelayanan yang diberikan,
masyarakat cukup mengapresiasi kegiatan kantor pelayanan pajak untuk
memberikan pelayanan di tempat-tempat keramaian dengan lokasi yang
strategis sehingga memudahkan para wajib pajak untuk mendapatkan
pelayanan. “Kalau bisa kegiatan semacam ini sering-sering dilakukan oleh
kantor pajak, karena tidak semua masyarakat memliliki waktu untuk ke
kantor pajak jika hari kerja.” ujar Aisyah, salah seorang pengunjung
stand yang berniat membuat NPWP badan usaha.
Antusiasme masyarakat dalam acara ini pun cukup tinggi, hal ini
terlihat dari banyaknya masyarakat yang ingin mendaftar NPWP dan
berkonsultasi tentang permasalahan pajak yang mereka hadapi. Dengan
kegiatan semacam ini diharapkan bahwa pelayanan pajak bisa mengambil
posisi yang lebih dekat kepada masyarakat sehingga mampu memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang pajak bagi masyarakat.
Antusiasme pengunjung juga terlihat pada sesi konsultasi perpajakan
gratis bagi masyarakat. Hampir seluruh pertanyaan yang diajukan bersifat
sangat teknis, yang menunjukkan pemahaman dan antusiasme yang tinggi
dari masyarakat terkait materi perpajakan. Buku-buku materi perpajakan
pun habis dibagikan kepada masyarakat, dan menjadi salah satu souvenir
pajak yang paling banyak diburu dalam pojok pajak kali ini.
Mengingat tingginya antusiasme masyarakat tersebut, kedepan KP2KP
Pangkajene akan lebih sering menggelar acara serupa, agar lebih melayani
masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan terkait materi perpajakan.
Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi KP2KP Pangkajene
sekaligus menjadi salah satu kebanggaan dalam melayani masyarakat.
Kegiatan mendekatkan diri kepada masyarakat seperti ini sangat
dibutuhkan tidak hanya sebagai sarana sosialisasi perpajakan, namun juga
sebagai upaya untuk lebih mendekatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
sebagai institusi pemungut pajak kepada pemangku kepentingannya, yakni
masyarakat umum.
Kantor
Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II terus
berusaha untuk mensosialisasikan mengenai perpajakan melalui berbagai
media. Sosilaisasi melalui Radio, Televisi dan Spanduk serta penyuluhan
yang dilaksanakan secara langsung merupakan beberapa media yang
digunakan. Salah satu bentuk penyuluhan secara langsung adalah dengan
masuk ke kelas-kelas, target dari penyuluhan ini adalah Calon Wajib
Pajak yaitu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Salah satu alasan Kanwil DJP Jawa Tengah II melakukan penyuluhan di
SMK Batik I Surakarta dikarenakan di SMK ini sudah terdapat mata
pelajaran khusus mengenai perpajakan. Guru pembimbing Pajak, Hanifah,
menjelaskan bahwa pada saat ini ilmu perpajakan sangat diperlukan oleh
para murid dan menjadi nilai tambah tersendiri bagi para siswa dalam
mencari pekerjaan. Disamping pendidikan dengan materi Akuntansi, para
siswa dianggap perlu untuk mengetahui masalah perpajakannya.
Hanifah mengaku merasa cukup senang dengan respon yang diberikan oleh
Kanwil DJP Jawa Tengah II yang mau menyediakan sarana pembelajaran
perpajakan dengan mendatangkan Tim Penyuluh Perpajakan. Di kemudian hari
harapannya akan ada Laboratorium Perpajakan sendiri agar siswa dapat
lebih fokus belajar tentang perpajakan. Di Laboratorium Perpajakan ini
sendiri siswa diajarkan mengenai pengenalan formulir perpajakan misalnya
SPT, SSP dan Faktur Pajak, siswa diajarkan pula mengenai penghitungan
pajak, dan pengisian SPT.
Untuk lebih memudahkan proses belajar mengajar, Kanwil DJP Jawa
Tengah II juga sedang mempersiapkan modul khusus perpajakan sebagai
bahan ajar karena Tim Penyuluh tidak bisa setiap saat hadir untuk
memberikan pelatihan. Untuk itu peran guru dan wali murid sangat
diperlukan dalam membangun kerja sama mutualisme ini.
Acara penyuluhan kali ini pun cukup antusias diikuti oleh para siswa,
secara garis besar mereka sudah paham mengenai perpajakan secara umum.
Waktu yang diberikan pun sepertinya tidak cukup untuk menjelaskan dan
menjawab pertanyaan para siswa. Apalagi dengan adanya doorprize
yang diberikan pada siswa yang aktif dan bisa menjawab pertanyaan
dengan benar siswa menjadi lebih berani bertanya dan menjawab
pertanyaan. Semoga kerja sama ini dapat diikuti dengan sekolah-sekolah
lain.
Sejak awal disadari bahwa para siswa, khususnya siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan yang sederajat, merupakan para tunas bangsa yang
nantinya akan menggantikan peran generasi kini dalam pembangunan
bangsa. Oleh karena itu, pemberian materi perpajakan sangat dibutuhkan
untuk memahamkan para tunas bangsa ini dalam memahami salah satu bentuk
kewajiban bela negara, yakni membayar pajak. Dengan pemahaman lebih
dini, diharapkan nantinya para tunas bangsa tersebut dapat menjadi Wajib
Pajak patuh di masa mendatang, sehingga meningkatkan penerimaan negara
dari sektor perpajakan.
Ke depan, DJP tengah menyiapkan upaya terkait masuknya materi
perpajakan dalam kurikulum pendidikan siswa. Apabila hal ini dapat
dilaksanakan, akan sangat membantu upaya pemerintah dalam mewujudkan
masyarakat yang sadar dan peduli pajak, dan yang paling penting adalah:
Bangga Bayar Pajak!
Bagi
sebagian kelompok masyarakat Wajib Pajak, jarak tempuh yang jauh dari
tempat domisili atau tempat bekerja menuju tempat pelayanan perpajakan
merupakan salah satu hambatan untuk melaksanakan kewajiban menyampaikan
Surat Pemberitahuan (SPT). Kelompok masyarakat ini adalah kelompok
masyarakat yang jauh dari perkotaan dan belum terbiasa dengan tekhnologi
informasi-komunikasi. Perlu adanya jenis layanan perpajakan yang murah
dan memudahkan upaya pemenuhan kewajiban perpajakan. Jenis layanan
perpajakan yang diharapkan menimbulkan dampak peningkatan angka
kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT menjadi lebih baik.
Berangkat dari adanya kondisi di atas, Jumat (8/2/2013) KP2KP Wonogiri menyelenggarakan Mobile Tax Unit
(MTU)-Klinik Pajak di Kantor Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten
Wonogiri. Kota Kecamatan Pracimantoro berjarak sekitar 40 km dari kota
Wonogiri ke arah barat daya. Penyelenggaraan MTU-Klinik Pajak ini
merupakan serangkaian kegiatan rutin KP2KP Wonogiri yang dilakukan dalam
sepekan di pekan kedua setiap bulan. MTU – Klinik Pajak dilaksanakan di
masing-masing dari kelima kecamatan dengan hari yang tetap. MTU-Klinik
Pajak dilaksanakan berturut mulai hari Senin di Kecamatan Eromoko,
Selasa di Kecamatan Baturetno, Rabu di Kecamatan Jatisrono dan Kamis
di Kecamatan Purwantoro. MTU-Klinik Pajak di Kantor Kecamatan
Pracimantoro, Jumat (8/2/2013) adalah putaran terakhir MTU bulan
Februari, yang merupakan rangkaian kegiatan MTU kedua di tahun 2013 ini.
Seluruh pegawai KP2KP Wonogiri terlibat langsung dalam setiap rangkaian
kegiatan ini.
MTU-Klinik Pajak merupakan tempat pelayanan terpadu yang dilaksanakan
di luar gedung KP2KP Wonogiri. Pelaksanaan MTU-Klinik Pajak bekerja
sama dengan kantor kecamatan tertentu di mana pendopo kecamatan tersebut
digunakan sebagai lokasi pelayanan. Pelayanan yang diberikan MTU-Klinik
Pajak adalah sebagaimana pelayanan yang dilakukan di Tempat Pelayanan
Terpadu (TPT) KP2KP Wonogiri. Pelayanan yang diberikan antara lain
penerimaan pendaftaran NPWP, penerimaan pelaporan SPT Masa maupun SPT
Tahunan dan penerimaan permohonan pelayanan perpajakan lainnya yang
diajukan oleh Wajib Pajak. Klinik Pajak merupakan pelayanan kepada Wajib
Pajak maupun kelompok Wajib Pajak yang membutuhkan penjelasan mengenai
penerapan suatu ketentuan perpajakan. Pelayanan MTU dimulai pukul 09.00,
berakhir pukul 13.00. Hari Jumat dimulai 08.30 dan diakhiri pukul
11.30.
Tahun 2010 adalah awal dilaksanakannya MTU-Klinik Pajak di KP2KP
Wonogiri. Hingga 2011, pelaksanaan MTU-Klinik Pajak tidak banyak
diketahui oleh masyarakat Wajib Pajak. Akibatnya kegiatan ini menjadi
terasa kurang efektif. Tahun 2012, MTU-Klinik Pajak dilaksanakan dengan
rutin, baik lokasi maupun jadwal waktu pelaksanaan. Publikasi tentang
jadwal waktu dan lokasi kegiatan ini juga dilakukan meskipun dengan
tingkat kegiatan yang masih dapat dikatakan minimal. Publikasi yang
dilakukan mencakup ke seluruh 25 (duapuluh lima) kecamatan yang ada di
Kabupaten Wonogiri.
Mulai tahun 2012, MTU-Klinik Pajak dilaksanakan secara rutin di 5
(lima) lokasi pendopo kantor kecamatan yaitu kecamatan Eromoko,
Baturetno, Jatisrono, Purwantoro dan Pracimantoro. Lokasi kelima pendopo
kantor kecamatan tersebut merupakan simpul dari penerapan zona MTU.
Penetapan lokasi simpul zona MTU didasarkan pada letak geografis kelima
lokasi tersebut yang berada pada jalur jalan raya propinsi yang
menghubungkan antar kota kabupaten/propinsi. Wajib Pajak yang berada di
20 (duapuluh) kecamatan lainnya diharapkan dapat mengakses MTU terdekat.
Sasaran utama pengguna layanan MTU-Klinik Pajak adalah Wajib Pajak
Bendahara. Hal ini didasarkan bahwa jumlah Wajib Pajak Bendahara di
Kabupaten Wonogiri yang mencapai lebih dari tujuhratus NPWP. Keberadaan
Wajib Pajak Bendahara di Kabupaten Wonogiri menyebar di keduapuluhlima
kecamatan yang ada di Wonogiri. Selanjutnya diharapkan Wajib Pajak yang
lain menyusul memanfaatkan layanan ini. Karena dengan memanfaatkan
layanan ini Wajib Pajak yang berada jauh dari kota Wonogiri dapat
melaksanakan kewajiban menyampaikan SPT dengan lebih mudah dan murah.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu Rodiatun selaku
Pendidik dan Bendahara SD Negeri Jimbar I, Pracimantoro, “Layanan MTU
ini memudahkan kami memperoleh penjelasan tentang cara memenuhi
kewajiban-kewajiban perpajakan. Kalau kemarin-kemarin, setelah setor
pajak, SSP kami laporkan ke KP2KP Wonogiri lewat pos. Sekarang baru tahu
ternyata untuk melaporkan pajak yang sudah dibayar harus menggunakan
SPT. Caranya juga sudah dijelaskan oleh Bapak-Bapak petugas MTU. Saya
tidak perlu ke Wonogiri”.